English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Rabu, 28 Desember 2016

0
Peran Zending Dalam Perang Toba (3)


Para Penginjil di Tanah Batak
Siapa para misionaris itu dan mengapa mereka begitu mudah diperalat oleh tentara kolonial?

Para misonaris RMG percaya bahwa bangsa-bangsa di Asia dan Afrika harus dibebaskan dari belegu “kekafiran” dan “kebarbaran”. Sebagai penganut aliran pietisme mereka berkeyakinan bahwa tidak lama lagi Yesus Kristus akan bangkit kembali dan bahwa mereka memiliki tugas untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang sesat. Seperti Aritonang (1988)menunjukkan dalam bukunya Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak maka perjumpaan orang Batak dengan para misionaris bukanlah sebuah perjumpaan antara dua pihak yang sederajat. Para misionaris RMG adalah anak zamannya yang percaya pada keunggulan peradaban Eropa, dan pada keunggulan ras putih.

Johannes beserta enam penginjil tahun 1889

Pada tahun 1878, ketika Silindung dan Toba dianeksi dalam Perang Toba I, ada enam penginjil di Silindung –Johannsen, Metzler, Mohri, Nommensen, Püse, dan Simoneit.
Yang paling tua adalah Nommensen yang ketika itu berumur 43 tahun
sementara yang paling muda, Metzler, berumur 30 tahun. Pada waktu mereka mulai pendidikannya untuk menjadi misionaris di seminaris RMG di Barmen, mereka berusia antara 21 (Johannsen) dan 26 tahun (Mohri dan Püse). Sesuai dengan kebiasaan di RMG mereka segera berangkat ke tempat tujuannya setelah mereka tamat seminaris di Barmen dan menerima ordinasi yang hanya berlaku untuk penginjilan pada bangsa non-Kristen. Ketika keenam misionaris itu untuk pertama kali menginjak Tanah Batak mereka berusia antara 26 dan 32 tahun, dan mereka semua belum kawin. Keputusan untuk menjadi seorang misionaris berarti bahwa mereka akan memasuki kehidupan yang serba berbeda. Rata-rata para misionaris RMG berkebangsaan Jerman yang berangkat ke Sumatra antara 1861 dan 1875 berada di Tanah Batak selama 30 tahun. Mereka memang diharapkan untuk tetap berada di tempat tujuan hingga mencapai usia pensiun. Satu-
satunya misionaris yang dipanggil kembali adalah August Wilhelm Schreiber (sen.) yang dibutuhkan sebagai guru di seminaris Barmen12
Misionaris yang paling lama tinggal di Tanah Batak adalah L.I. Nommensen yang berdiam di Tanah Batak selama 57 tahun, diikuti oleh M. Metzler (49 tahun), A. Mohri (40 tahun), J. Christiansen, serta P. Johannsen (33 tahun). Empat dari 13 misionaris itu malahan menetap di Tanah Batak hingga mereka meninggal. Johannsen meninggal di Pansur na Pitu pada usia 59 tahun,12

Schreiber hanya tujuhtahun menjadi misionaris (18671873) di Prau Sorat.
Mohri di Purba pada usia 72 tahun, Nommensen di Sigumpar pada usia 84 tahun, dan Staudte di Sipirok pada usia 39 tahun. Jadi kebanyakan misionaris memilih masa pensiun di Jerman, tetapi ada juga di antaranya, seperti Nommensen, dan Mohri yang memutuskan untuk tidak kembali ke tanah airnya. Ada pula misionaris yang masih tetap bertugas hingga mencapai usia pensiun dan baru kembali keJerman pada usia yang sudah lanjut. Ch. Schütz misalnya baru kembali ke Jerman pada usia 74 tahun, dan W. Metzler masih bertugas di Pearaja hingga mencapai umur 78 tahun.
Mohri

Para misionaris diperbolehkan untuk sekali-sekali pulang ke tanah airnya. Nommensen misalnya empat kali kembali ke Jerman (tahun 1880-81, 1892, 1905, dan 1912) sementara Johannsen, Mohri, dan Simoneit hanya sekali dalam 30 tahun lebih mengambil cuti ke Jerman.
Setelah diutus ke masing-masing wilayah kerjanya para misionaris diwajibkan untuk senantiasa patuh pada pimpinan RMG. Pada semua keputusan yang penting (misalnya meminjam uang, memindahkan lokasi pos penginjilan) para misionaris tidak hanya memerlukan persetujuan daripada misionaris lainnya di wilayah kerjanya tetapi mereka juga membutuhkan izin tertulis dari pimpinan RMG. Mereka yang tidak mematuhi peraturan ini segera diberhentikan.

Tabel 1Data Misionaris RMG 1861–1878


A
B
C
D
E
Asselt, Gerrit von

Betz, Friedrich Wilhelm

Christiansen, Julius

Heine, Carl Wilhelm

Johannsen, Peter

Klammer, Johann

Leipoldt, Christian

Metzler, Wilhelm

Mohri, August

Nommensen, I.L.

Püse, Heinrich

Schreiber, August

Schütz, Christian

Simoneit, August

Staudte, Friedrich
1832

1832

1844

1833

1839

1826

1844

1847

1835

1834

1842

1839

1838

1842

1845
1856

1860

1871

1860

1865

1855

1869

1875

1867

1861

1874

1866

1867

1873

1873
1862

1858

1879

1866

1970

1861

1874

1877

1871

1866

1882

1866

1870

1882

1877

1875

1869

1906

1873



1883

1879

1924





1905

1873

1912

1886


1910

1881

1934

1897

1898

1919

1911

1935

1907

1918

1920

1903

1922

1886

1884

A Tahun Kelahiran, B Tahun Keberangkatan ke Sumatra, C Tahun Perkawinan, D Tahun Kepulangan, E Tahun Kematian

Peraturan yang berkaitan dengan mencari teman hidup sangat ketat bagi para misionaris. Apabila seorang seminaris bertunangan sebelum tamat maka ia harus segera meninggalkan seminaris. Karena para penginjil biasanya segera sesudah tamat dikirim ke luar negeri dan berada di wilayah kerjanya selama bertahun-tahun maka mereka tidak sempat untuk memilih teman hidup sendiri. Oleh sebab itu maka pilihan calon istri menjadi tugas pimpinan RMG. Istri Mohri, misalnya, berangkat dari Jerman pada akhir tahun 1869 bersama dengan tiga perempuan pilihan RMG lain yang ditentukan bagi tiga penginjil di Borneo. Mereka satu rombongan dengan penginjil Zimmer dan istri Zimmer ditunjuk untuk menjaga ketiga calon istri itu. Setiba di Batavia calon istri Mohri naik kapal ke Padang, dan lalu ke Sibolga untuk bertemu dengan penginjil Mohri. Perkawinan di antara kedua pengantin yang belum pernah bertemu sebelumnya dilaksanakan pada 22 Februari 1870, dan pada 10 Maret ketiga perempuanlainnya dikawinkan dengan ketiga penginjil di Kuala Kapuas. Februari 1871 Johannsen menjemput istrinya di Sibolga.

Para misionaris memperoleh istri pilihan pimpinan RMG rata-rata lima tahun setelah mulai menetap di Sumatra. Hal itu sesuai dengan peraturan RMG yang mengharuskan para penginjil menunggu minimal dua atau bahkan lima tahun sebelum diperbolehkan kawin. Metzler mendapatkan pasangan hidupnya setelah hanya dua tahun bertugas, tetapi kebanyakan misonaris harus menunggu sampai lima, dan penginjil Püse dan Simoneit malahan tujuh dan sembilan tahun.

 

Püse

          Para calon istri misionaris juga belajar di RMG namun pendidikannya berfokus pada keterampilan seperti memasak dan menjahit sementara pendidikan teologi sangat kurang. 
          Terutama menjahit dan menyanyi dilihatsebagai wahana penginjilan yang efektif. Kehidupan para istri misionaris cukup susah karena ruangan gerak mereka sangat terbatas, dan mereka malahan hanya diizinkan mengasuh anaknya hingga usia sekolah dasar karena untuk pendidikan sekolah anak-anak misionaris dikirim ke Jerman untuk diasuh pihak RMG.
          Mengingat bahwa para misionaris tiba di Tanah Batak sebagai bujangan berumur 20an tahun maka seharusnya ada paling tidak beberapa di antara misionaris itu yang memperistri seorang perempuan Batak. Ternyata hal itu tidak pernah terjadi, tidak di zamannya Nommensen dan juga tidak di kemudian hari. Dari lebih dari seratus penginjil yang diutus RMG ke Tanah Batak tidak seorang pun yang memperistri seorang boruBatak.

Setahu kami tidak pernah ada peraturan yang melarang perkawinan seorang penginjil dengan seorang gadis pribumi, namun ada semacam perjanjian tidak tertulis bahwa hal itu takkan boleh terjadi. Kendati demikian asmara tidak senantiasa terbendung, dan pada bulan November tahun 1900 Wilhelm Müller yang menjadi penginjil Norddeutsche Missions-Gesellschaft di Togo pada November 1900 mengajukan permohonan kepada atasannya untuk mengawini seorang gadis Kristen dari suku Ewe. August Wilhelm Schreiber (jun.) menerima permintaan tersebut dan meneruskannya kepada dewan NMG yang harus memutuskannya.
Pada surat tersebut Schreiber membubuhkan catatan: “Saya telah memberitahu penginjil Schreiber bahwa saya tidak pernah akan menyetujui perkawinan antara seorang penginjil dengan seorang Negro.” Permohonan Müller ditolak dan Müller meninggalkan zending NMG yang merupakan salah satu badan zending yang progresif pada waktu itu. Perkawinan dengan seorang pribumi dikhawatirkan bisa menjadi isyarat bahwa masyarakat pribumi dan penginjil sederajat, dan hal itu harus dihindari. Kejadian serupa terulang pada tahun 1914 ketika penginjil Karl Frank meminta persetujuan NMG untuk mengawini seorang gadis Kristen Ewe. Permintaan ini pun ditolak dan hubungan kerja dengan penginjil Frank diputuskan (Altena 2003:148-149).

Simoneit


Para penginjil senantiasa disadari bahwa dana RMG berasal dari sumbangan para pendukung dan oleh karena itu mereka diharapkan untuk hidup lebih sederhana daripada penginjil dari serikat penginjilan lainnya. Kebanyakan penginjil bagaimana pun sudah terbiasa hidup dalam kesederhanaan. Latar belakang sosial mereka sangat bersahaja. Nommensen misalnya berasal dari sebuah keluarga yang miskin di Nordstrand –sebuah kampung kecil dan terbelakang di daerah Schleswig yang pada tahun kelahiran Nommensen masih menjadi wilayah Denmark “Saya anak dari orang tua miskin dan sakit-sakitan yang dibesarkan dengan roti tanpa isi, hanya pakai garam, dengan kacang dan sup arcis, kentang tanpa lauk, dan bubur gandum”13. Ketika berumur tujuh tahun Nommensen memilih menggembala angsa daripada duduk di bangku sekolah, pada usia delapan ia menjadi penggembala kambing, pada usia sembilan ia belajar menjadi tukang atap, pada umur sepuluh ia menjadi tukang kuda, pada usia sebelas tahun ia menjadi buruh tani, dan sebelum masuk seminaris RMG ia sempat menjadi guru bantu. Leipoldt dan Christiansen, teman Nommensen dari Nordstrand, juga sempat menjadi guru bantu. Metzler menjadi Lohgerber(tukang yang mengolah kulit binatang), Mohri menjadi Eisenfabrikarbeiter  (buruh pabrik besi), Püse menjadi Zimmermann(tukang bangunan), Klammer dan Simoneit menjadi Schreiner(tukang kayu), Schütz
            .............................
13Ich war ein Junge armer, kränklicher Eltern, der bei trockenem Brot und Salz, Pferdebohnen und Erbsensuppe, trockenen Karthoffen und Roggenmehlbrei groß geworden. (Warneck 1950:9


menjadi Anstreicher(tukang cat), Staudte menjadi Drechsler(tukang kayu), dan Heine menjadi Bauer(petani). Hanya satu di antara keenam penginjil di Silindung, Johannsen, menjadi guru sekolah sebelum masuk seminaris RMG. Betapa susah pun dari segi kenyamanan dan materi kehidupan para misionaris, dibandingkan dengan kehidupan di Jerman status sosial mereka di Sumatra jauh lebih tinggi.14(Angerler 1993:56–57)

August Schreiber berbed a dari semua misionaris lainnya karena hanya ia sendiri yang berpendidikan tinggi. Schreiber juga bukan tamatan seminaris di Barmen melainkan tamatan universitas dengan gelar doktor teologi. Dr. Schreiber menjadi guru di seminaris di Barmen antara tahun 1865-1866 dan 1873-1884 dan mulai tahun 1884 hingga tahun 1903 ia menjadi Inspektor (direktur) RMG

0
Ada apa di Balik Mundurnya Soeharto



TANGGAL 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, semua perhatian tertuju ke credentials room di Istana Merdeka, Jakarta. Saat itu, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Dalam pidato yang singkat, Soeharto antara lain mengatakan, Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998.
Pengumuman pengunduran diri Soeharto Kamis pagi itu sesungguhnya tidaklah terlalu mengejutkan, karena sehari sebelumnya sudah ramai dibicarakan bahwa Presiden Soeharto akan mengundurkan diri. Yang menjadi pertanyaan, apa yang mendorong Soeharto akhirnya memutuskan untuk mundur? Karena, beberapa hari sebelumnya, Soeharto masih yakin dapat mengatasi keadaan.
Kejutan ke arah mundurnya Soeharto diawali oleh keterangan pers Ketua DPR/MPR Harmoko usai Rapat Pimpinan DPR, Senin (18/5) lalu.
Tanggal 18 Mei 1998


Pukul 15.20 WIB, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
Namun, kejutan yang disambut gembira oleh ribuan mahasiswa yang mendatangi Gedung DPR itu, tidak berlangsung lama. Karena malam harinya, pukul 23.00 WIB Menhankam/ Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif.
Walaupun sikap ABRI itu disampaikan setelah Wiranto memimpin rapat kilat dengan para Kepala Staf Angkatan dan Kapolri serta para panglima komando, tetapi diketahui bahwa pukul 17.00 WIB Panglima ABRI bertemu dengan Presiden Soeharto di kediaman Jalan Cendana. Dengan demikian, muncul dugaan bahwa apa yang dikemukakan Wiranto itu adalah pendapat Presiden Soeharto.
Pukul 21.30 WIB, empat Menko diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesem-patan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu "malu". Namun, niat itu - mungkin ada yang membocorkan - tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, "Urusan kabinet adalah urusan saya." Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.
Tanggal 19 Mei 1998



Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma'aruf Amin dari NU.
Usai pertemuan, Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.
Dalam pertemuan ini, sesungguhnya tanda-tanda bahwa Soeharto akan mengundurkan diri sudah tampak. Namun, ada dua orang yang tidak setuju bila Soeharto menyatakan mundur, karena dianggap tidak akan menyelesaikan masalah.
Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur.
Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.
Tanggal 20 Mei 1998




Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat.
Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto. Soeharto langsung masuk ke kamar dan membaca surat itu. Soeharto saat itu benar-benar terpukul. Ia merasa ditinggalkan. Apalagi, di antara 14 menteri bidang Ekuin yang menandatangani surat ketidaksediaan itu, ada orang-orang yang dianggap telah "diselamatkan" Soeharto.
Ke-14 menteri yang menandatangani - sebut saja Deklarasi Bappenas - itu, secara berurutan adalah Ir Akbar Tandjung; Ir Drs AM Hendropriyono SH, SE, MBA; Ir Ginandjar Kartasasmita; Ir Giri Suseno Hadihardjono MSME; Dr Haryanto Dhanutirto; Prof Dr Ir Justika S. Baharsjah M.Sc; Dr Ir Kuntoro Mangkusubroto M.Sc; Ir Rachmadi Bambang Sumadhijo; Prof Dr Ir Rahardi Ramelan M.Sc; Subiakto Tjakrawerdaya SE; Sanyoto Sastrowardoyo M.Sc; Ir Sumahadi MBA; Drs Theo L. Sambuaga; dan Tanri Abeng MBA.
Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur.
Soeharto benar-benar tidak menduga akan menerima surat seperti itu. Persoalannya, sehari sebelum surat itu tiba, ia masih berbicara dengan Ginandjar untuk menyusun Kabinet Reformasi. Ginandjar masih memberikan usulan tentang menteri-menteri yang perlu diganti, sekaligus nama penggantinya.
Probosutedjo, adik Soeharto, yang berada di kediaman Jalan Cendana, malam itu, mengungkapkan, Soeharto pada malam itu terlihat gugup dan bimbang. "Pak Harto gugup dan bimbang, apakah Habibie siap dan bisa menerima penyerahan itu. Suasana bimbang ini baru sirna setelah Habibie menyatakan diri siap menerima jabatan Presiden," ujarnya.
Probosutedjo menggambarkan suasana di kediaman Soeharto malam itu cukup tegang. Perkembangan detik per detik selalu diikuti dan segera disampaikan ke Soeharto. Dikatakan, "Saya berusaha memberikan informasi terkini, tentang tuntutan dan permintaan yang terjadi di DPR, informasi bahwa akan ada orang-orang yang bergerak ke Monas, serta perkembangan dari luar negeri," ujar Probosutedjo, seraya menambahkan bahwa pada saat itu semua anak-anak Soeharto berkumpul di Jalan Cendana. Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.
Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.
Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.
Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB.
Dalam bahasa Amien, kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned". Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur - panggilan akrab Nurcholish Madjid - menyusun ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru.
Pukul 01.30 WIB, Amien Rais dkk mengadakan jumpa pers. Dalam jumpa pers itu Amien mengatakan, "Selamat tinggal pemerintahan lama, dan selamat datang pemerintahan baru". Keduanya menyambut pemerintahan transisi yang akan menyelenggarakan pemilihan umum hingga Sidang Umum MPR untuk memilih pemimpin nasional yang baru dalam jangka waktu enam bulan.
Tanggal 21 Mei 1988




Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Kekecewaannya tergambar jelas dalam pidato pengunduran dirinya, ... Saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan ke-7, namun demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara-cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan Fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI.

Seusai Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya, dan BJ Habibie mengucapkan sumpah sebagai Presiden, Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto dalam pidatonya menyatakan, ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan Presiden/Mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto dan keluarga
Selasa, 27 Desember 2016

0
Testamen of Lucifer – Bagian Pertama





Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkanNyalah terang itu dari gelap. Dan terang itu adalah Lucifer, yang namanya berarti pembawa terang, sehingga dia juga dinamai dengan nama siang. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.
Itulah kisah asal mula Lucifer yang diciptakan Allah pada hari pertama. Makhluk Allah yang diciptakan pada awal mula, diberi tempat yang istimewa untuk menjadi pendamping kegelapan. Sebab pada mulanya adalah gelap gulita dan Allah berada dalam kegelapan yang kosong. Keberadaannya membuat alam semesta ini beraksi, setelah Allah memutuskan untuk menciptakannya. Namun dia tidak selalu bersama-sama dengan Allah. Dan dia bukanlah Allah. Dan ini adalah kata-katanya.
Aku, Lucifer, putera Fajar, terang yang telah memberi nuansa baru pada kegelapan. Sebagaimana tugasku menjadi pengawas bumi. Pekerjaanku sehari-hari adalah melakukan perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi. Sebagaimana Allah telah menciptakan manusia, baik laki-laki dan perempuan pada hari keenam , maka berkuasalah aku atas mereka. Akulah pemimpin mereka, sejak mula, sampai suatu hari, Allah berfirman kepada kami, para malaikat-malaikatNya: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Aku yang termasuk dalam malaikat-malaikat Allah bertanya: “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau”. Tuhan berfirman:”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”
Aku, Lucifer, yang selama ini mendapat kepercayaan dari Allah, memang ada sedikit rasa kecewa. Setelah sekian lama aku selalu sungguh-sungguh bertasbih memuji Allah, namun kedudukanku akan diambil dan dialihkan kepada manusia. Allah berkehendak menggantikan tugasku di bumi dan menyerahkan kepada seorang manusia untuk menjadi khalifah di bumi. Allah berkehendak agar manusia dipimpin oleh manusia pula. Tapi biarlah, aku hanya berpegang kepada Allah bahwa Dia mengetahui segala-galanya.
Kemudian Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Dan Allah menamainya Adam.
Aku, Lucifer, hadir waktu penciptaan manusia. Masih terngiang-ngiang di telingaku ketika Allah berfirman: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Allah mengambil tanah dari bumi, dibentuknya manusia itu dan dihembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya. Dan dengan demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Sebetulnya aku kagum pada karya ciptaan Allahku ini, manusia yang baik bentuknya. Bukankah Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah sendiri? Dan betapa enaknya manusia itu, Allah juga menyediakan tempat yang nyaman baginya. Allah telah membuat taman di Eden, di sebelah timur; di situlah ditempatkanNya manusia yang dibentukNya itu. Kalau seandainya aku diperlakukan seperti itu, alangkah bersyukurnya aku.
Betapa Allah sungguh-sungguh mencintai manusia, makhluk ciptaan yang dibuat berdasarkan gambarNya, kadang membuat aku iri. Terus terang saja, tak pernah Allah sedemikian dekat dengan ciptaanNya yang lain. Allah kemudian menempatkan manusia itu ke dalam taman Eden agar dia mengusahakan dan memelihara taman itu.
Yang aku lihat bukanlah fatamorgana dan bukanlah ilusi. Ternyata tak beralasan bahwa kami dulu menyangsikan, bahwa manusia itu akan menjadi orang yang akan membuat kerusakan dan suka menumpahkan darah. Dan memang benar, Allah maha mengetahui.
Namun, dalam hati kecilku, masih terbersit satu perasaan ragu-ragu atas manusia itu. Bisakah ia menjadi seorang khalifah di bumi? Taman Eden ini bukanlah bumi yang sesungguhnya. Bumi yang sesungguhnya adalah bumi yang harus dikerjakan dengan susah payah. Mengenai bumi yang sesungguhnya ini aku tahu betul, karena aku sering menjelajahinya. Tapi semua perkara ini, aku pendam dalam hati.
Suatu hari, aku bersama malaikat yang lain berkumpul di taman itu. Roh Allah hadir di taman itu. Dan manusia itu sedang dalam kesendiriannya. Allah menjumpai Adam, manusia itu, dan Dia mengajarkan kepadanya nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika memang kamu orang yang benar!” Jawab kami:”Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan” Lalu Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. DibawaNyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Dan Adam memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan.
Kami bisa merasakan, betapa Allah menyayangi manusia itu. Dan, Allah menciptakan penolong baginya yang sepadan dengan dia. Allah membuat manusia itu tidur nyenyak. Ketika ia tidur, Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan, lalu dibawaNya kepada manusia itu. Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.
Kalau saja aku bisa ceritakan keindahan taman Eden itu secara rinci. Sebuah tempat yang begitu indah dan damai. Penuh dengan berbagai binatang dan semuanya yang berada dalam taman ini hidup dengan rukun. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Serigala tinggal bersama domba dan macan tutul berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa makan rumput bersama-sama. Tidak ada yang berbuat jahat atau yang berlaku busuk di segenap taman itu. Dan aku, Lucifer, Putera Fajar, melihat semuanya itu dan bersama malaikat lain memuji-muji Allah.
Sungguh, seandainya engkau pernah berada di taman Eden. Tentu tak akan ingin pergi kemana-mana lagi. Memang, ada yang mengganjal dalam hatiku. Aku, Lucifer, yang selama ini selalu taat dan memuliakan Allah, ada rasa iri kepada manusia itu. Bukan saja karena dia akan menggantikan tugasku sebagai khalifah di bumi, tetapi belum apa-apa, sudah diberikan kenikmatan tiada tara kepadanya. Sementara aku, yang pertama kali diciptakan olehNya, tak pernah diberi kenikmatan seperti ini.
Taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu, wahai manusia.
Memang Allah pernah berfirman pula kepadaku: “Aku akan mendirikan bagi mereka suatu taman kebahagiaan, sehingga di tanah itu tidak seorangpun akan mati kelaparan dan mereka tidak lagi menanggung noda yang ditimbulkan bangsa-bangsa. Dan mereka akan mengetahui bahwa Aku, Allah mereka.” Aku sungguh melihat, betapa Allah menyayangi dan memanjakan manusia itu.
Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Di taman itu ada pohon-pohon aras, juga ada pohon sanobar dan pohon berangan. Waktu itu, segala pohon-pohon yang ada di taman Allah tiada yang dapat disamakan dengan pohon lain mengenai keelokannya.
Ada sebuah sungai yang mengalr dan membasahi taman itu. Kami menyebutnya sebagai sungai air kehidupan. Dan sungai yang ada di taman Eden itu mengalir terus ke bumi dan menjadi empat cabang. Sungai ini sendiri jernih bagaikan kristal, dan mengalir keluar dari takhta Allah. Sekali meminum air kehidupan dari sungai itu, maka tidak akan haus lagi.
Allah berfirman kepada manusia itu: “Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya.”
Manusia itu berkata kepada Allah: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!” Memang, merekalah orang-orang kudus yang ada pertama kali di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaan Allah.
Allah melihat segala yang dijadikanNya itu, sungguh amat baik. Lalu Allah memberi perintah ini kepada manusia itu: “Hai Adam, diamilah taman ini oleh kamu dan isterimu, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai. Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kamu dekati pohon ini dan janganlah kaumakan buahnya, yang akan menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. Dan Kutegaskan kepadamu, Kularang kamu memakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati,”
Adam mendengar perintah Allah dengan penuh sujud. Tapi setelah itu, aku mendengar pembicaraan dia dengan istrinya, Hawa, soal mati itu. Mereka bertanya-tanya sendiri, apa yang dimaksudkan mati oleh Allah. Sebab mereka selama ini tidak mengenal arti kematian. Memang, Allah waktu itu belum pernah mengemukakan tentang kematian kepada mareka, bahwa semua makhluk ciptaan Allah pasti akan mati. Tidak terkecuali aku, Lucifer, malaikat terang ciptaan Allah yang pertama. Namun mereka enggan menanyakan langsung kepada Allah.
Sungguh, tak akan kekurangan apapun juga bila tinggal di taman itu. Di tempat yang damai ini orang tidak perlu lagi mengejar kekudusan, sebab tempat itu sudah kudus. Dan dengan kekudusan kita akan dapat melihat Allah.
Manusia itu memuji-muji Allah: “Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dalam kematian, dan tidak membiarkan kami melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat senantiasa.
Dari kejauhan aku, Lucifer, beringsut pergi. Ah, betapa senangnya manusia itu. Allah maha mengetahui apa yang akan terjadi. Bukankah Allah tahu apa yang terbaik? Kubentangkan kedua sayapku, terbang ke angkasa dan kembali menjelajahi bumi untuk melihat-lihat keadaan di sana. Dalam hatiku aku berkata, hai manusia lihatlah, inilah bakal tanah yang akan diserahkan kepadamu. Tanah yang permai dan kudus. Dan dalam diriku ada sedikit rasa sedih, suatu saat nanti harus rela menyerahkan semua ini kepada manusia itu.

Tapi, aku percaya, Allah maha mengetahui dan maha bijaksana.
bersambung...................

0
Peran Zending dalam Perang Toba (2)


Sejarah Masuknya Injil ke Tanah Batak

“Gerakan penginjilan [...] bermula bertepatan dengan waktu munculnya kolonialisme, imperialisme, dan, sebagai akibatnya, rasisme. Oleh sebab itu maka gerakan penginjilan secara hakiki terkait dengan sejarah rasisme
  Ph. Potter, Dewan Gereja Se-Dunia

Orang-orang yang memainkan peranan penting pada sejarah masuknya injil ke Tanah Batak kini hampir terlupakan. Nama seperti Franz Wilhelm Junghuhn, Pieter Johannes Veth, Herman Neubronner van der Tuuk, dan Friedrich Fabri kini jarang disebut dalam publikasi yang berkaitan dengan sejarah penginjilan di Indonesia.
Ahli botani F. W. Junghuhn mungkin orang pertama yang menganjurkan agar injil dibawa ke Tanah Batak. Usulan Junghuhn kemudian menarik perhatian direktur
Serikat Penginjilan Belanda P. J. Veth. H.N. van der Tuuk menjadi orang pertama yang menerjemahkan injil kepada bahasa Batak, dan Friedrich Fabri menjadi 'otak' di balik penginjilan orang Batak.

Franz Wilhelm Junghuhn(1809–1864) lahir di Mansfeld, Kerajaan Westfalia (sekarang menjadi bagian Jerman). Oleh orang tuanya ia dipaksa menjadi seorang dokter namun ia jauh lebih tertarik pada botani dan geologi. Pada tahun 1834 ia pindah ke Belanda dan pada tahun 1852 Junghuhn memilih menjadi warga negara Belanda. Karena ingin ke Hindia-Belanda maka ia mendaftar di tentara Belanda sebagai dokter tentara. Tahun 1836 Junghuhn tiba di Jawa dan pada tahun 1840 ia ditugaskan ke Padang. 
Di dalam kapal ia bertemu dengan Pieter Merkus, seorang pejabat yang pada tahun 1841 menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Berkat bakat geologi dan botani Merkus menugaskannya untuk meneliti Tanah Batak yang pada saat itu masih merdeka.
Pada waktu itu pemerintah kolonial masih berpegangan pada kebijakan untuk tidak memperluas wilayah Hindia Belanda melainkan membatasinya pada Jawa, Maluku, dan beberapa daerahdi Sumatra. Karena politik tidak campur tangan dalam urusan raja-raja diNusantara (onthoudingspolitiek) maka Belanda tidak mempunyai rencana konkret untuk mencaplok Tanah Batak, tetapi karena sudah
ada beberapa raja yang mengutarakan niatnya tunduk pada
Belanda maka pemerintah Belanda menganggapnya penting untuk lebih mengetahui keadaan daerah yang nantinya dapat dipergunakan kalau sudah tiba saatnya untuk masuk ke Tanah Batak.
Informasi yang dicari tentu informasi yang sesuai dengan kebutuhan penjajah.
Mereka ingin mengetahui topografi daerah, kesuburan tanah, jalan darat dan jalan sungai, jarak antar kampung, iklim, kesuburan tanah, hasil bumi, sumber daya
                                 ............................

2
Philip Potter, Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Se-Dunia tahun 1972
-1984: “Die missionarische Bewegung (...) entstand genau in der Zeit, als Kolonialismus, Imperialis-mus und als eine Folge davon der Rassismus aufkamen. Deshalb ist die missionarische Bewegung auch auf Gedeih und Verderb mit der Geschichte des Rassismus verbunden.” [Dikutip dari Jura 2002:285]

alam, potensi pertambangan, jenis kayu yang cocok untuk membangun kapal, dsb. Junghuhn juga diminta membuat peta dan mencari informasi tentang kebudayaan, adat, dan pemerintahan di Tanah Batak termasuk lembaga-lembaga pemerintahan yang ada, sistem hukum yang berlaku, adat-istiadat, bahasa, aksara, dan juga
tentang kanibalisme.
           Pada 2 Oktober 1840 Junghuhn tiba di Teluk Tapanuli. Kontrak kerjanya tidak terbatas sehingga dapat disimpulkan bahwa pemerintah Belanda menghendaki Junghuhn lama tinggal di daerah Batak untuk melakukan penelitian yang sungguh-sungguh. Akan tetapi keadaan kesehatan tidak mengizinkannya tinggal lama di daerah Batak. Sesudah menetap di Barus selama delapan belas bulan terpaksa Junghuhn kembali ke Jawa dalam keadaan sakit parah. Ekspedisi pertama Junghuhn ke Tanah Batak merdeka dimulai pada pertengahan November 1840 dan membawanya keHurung, Humbang, dan Lembah Silindung. Pada akhir Desember Junghuhn sudah harus kembali karena jatuh sakit.
         Perjalanan kedua dimulai pada 2 November 1841 tetapi hanya berlangsung selama dua minggu karena sekali lagi Junghuhn jatuh sakit. Pada ekspedisi yang pertama Junghuhn didampingi oleh lima belas kuli pengangkat barang dan pembantunya yang terdiri dari orang Melayu, Nias, dan Jawa. Dua raja Batak dari wilayah pemerintah yang masing-masing membawa anak buahnya sendiri menjadi pengawal dan sekaligus penerjemahnya. Kedua orang Batak dan pembantunya dipersenjatai dengan bedil yang modern. Seluruh anggota rombongan sekitar 25 orang (Angerler 1993: 6).
        Walaupun sakit-sakitan selama berada di Tanah Batak Junghuhn sempat menulis dua jilid dengan hasil penelitiannya berjudul Die Battaländer auf Sumatra. Bukunya dibagi atas enam belas BAB yang mengandung informasi tentang asal-usul, ras, kebudayaan, adat
-istiadat, sistem hukum, perbudakan, kanibalisme, permainan,musik, dan terutama tentang segala kegiatan ekonomi termasuk pertanian, peternakan, dan irigasi.
        Sesuai dengan permintaan pemerintah kolonial yang mempekerjakannya, Junghuhn memberi rekomendasi bagaimana “orang Batta dapat dijadikan warga negara yang patuh” (die Battäer zu gehorsamen Unterthanen zu machen)5. Antara lain ia memberi saran agar Belanda jangan mengangkat seorang Batak menjadi kepala pemerintahan karena hal itu akan dimanfaatkan untuk memberontak melawan Belanda. Junghuhn menyarankan agar Belanda membiarkan keadaan asli tanpa pemerintahan pusat karena hal itu membantu menaklukkan orang Batak.
Menurut Junghuhn daerah Batak lebih baik diperintah langsung oleh Belanda. Perlu dicatat di sini bahwa Belanda pada umumnya lebih suka memerintahkan para pribumi dengan memanfaatkan struktur pemerintahan yang sudah ada. Belanda biasanya tidak suka bila bangsa pribumi diperintah langsung oleh pegawai Belanda
karena biayanya lebih tinggi. Namun demikian ternyata Belanda memperhatikan nasihat Junghuhn sehingga daerah Batak menjadi salah satu dari tidak banyak wilayah di Indonesia yang diperintah secara langsung.
         Menurut ukuran zamannya Junghuhn dapat digolongkan liberal. Ia amat kecewa melihat keadaan tanah airnya: “Di Eropa kita lihat penderitaan, kemiskinan, kelaparan, penjara penuh dengan penjahat, perbudakan yang dihalalkan oleh gereja, perampokan, pembunuhan, ketidakpuasan rakyat terhadap penguasa, pergolakan berdarah, penguasa yang takut pada rakyat –perang! –kapal dan benteng pertahanan diledakkan, ribuan manusia dikorbankan dalam sedetik; orang saling mencurigai, benci...” Junghuhn terutama menyalahkan gereja Kristen untuk keadaan Eropa yang begitu menyedihkan. Sebagai seorang Freidenker dan panteis ia bersikap tidak bersahabat pada agama Kristen dan menolak secara tegas upaya penginjilan di Jawa.
        Apa alasan maka dalam Die Battaländer auf Sumatra Junghuhn yang sendiri anti-Kristen menyarankan agar pemerintah kolonial memperkenalkan agama Kristen pada orang Batak? Ternyata untuk “memperkenalkan agama kontra-Islam”
(Junghuhn, 1847a:119; 1847b:20 catatan kaki). Pencegahan masuknya agama Islam di Tanah Batak merupakan “kebijakan yang teramat penting”. Agar cepat orang Batak masuk Kristen dan jangan telanjur menjadi Islam maka ia tidak keberatan “bila konversi pada agama Kristen hanya bersifat nominal”. (Junghuhn,1847b:83 catatan kaki).
        Dalam BAB 1 yang membahas ras dan asal-usul orang Batak, dan BAB 16.1 tentang watak, adat, dan hukum Batak, Junghuhn tiba pada kesimpulan yang, ditinjau dari sudut pandang abad ke-21, kedengaran sangat aneh. Ia melihat adanya kemiripan antara bangsa Batak dan bangsa Eropa!


Tingkat budaya orang Batak tidak dapat dikatakan rendah walaupun tentu masih jauh dari bangsa-bangsa Eropa. Dari bentuk tengkorak maupun muka tampak bahwa orang Tobah yang belum bercampur [dengan bangsa lain] tidak termasuk ras Melayu apalagi ras Mongoloid. Tubuhnya menunjukkan kemiripan dengan ras hindu-kaukasus (indo-eropa). Muka mereka oval dan harmonis dengan bentuk yang lebih indah daripada orang Melayu. (Junghuhn, 1847a:275)
Warna kulit yang cokelat cenderung menjadi putih, terutama pada perempuan yang kulitnya biasanya sangat halus sehingga pipinya kelihatan kemerah-merahan. Rambutnya tidak hitam melainkan, khusus,pada perempuan, cokelat tua dan lebih halus daripada rambut orang Melayu atau orang Jawa, hampir seperti sutera. Tubuhnya berotot dan proporsi tubuhnya seimbang.3” (ibid. hal. 7)

Anehnya kemiripan dengan bangsa Eropa terutama ia dapatkan pada perempuan Batak!

Bentuk muka oval yang dapat disebut sub-Yunani lebih sering dapat
ditemukan pada perempuan Toba sementara laki-laki lebih cenderung
memiliki wajah monyet Melayu yang jelek. (ibid.)


Pieter Johannes Veth

Uraian Junghuhn menarik perhatian Pieter Johannes Veth(1814-
1895), guru besar pada Universitas di Leiden dan pendiri Indisch Genootschap,yang sejak 1843 menjadianggota dewan pimpinan Nederlandsch Bijbelgenootschap (Lembaga Alkitab Belanda)4
           Pada rapat tahunan NBG tahun 1847 Veth membacakan halaman 275 dari buku Junghuhn Die Battaländer auf Sumatra kepada anggota-anggota dewan NBG. Masih pada tahun yang sama NBG memutuskan bahwa penginjilan orang Batak perlu dilaksanakan.
           NBG langsung memulai persiapan penginjilan dengan mempekerjakan Herman Neubronner van der Tuuk(1824-1894), seorang ahli bahasa yang masih sangat muda, untuk meneliti bahasa Batak dan untuk menerjemahkan kitab Injil. Van der Tuuk lahir di Melaka dari seorang ayah berkebangsaan Belanda dan seorang ibu yang separuh Jerman dan separuh Indo. Setahun sesudah Melaka menjadi wilayah Inggris sebagai akibat Perjanjian London (1824) keluarga Van der Tuuk pindah ke Surabaya. Tahun 1836 Herman Neubronner van der Tuuk disekolahkan ke Belanda dan mulai tahun 1840 pada usia 16 tahun ia mulai kuliah hukum, di Groningen dan di Leiden. Di sana ia juga mempelajari bahasa Arab, Farsi, dan Sansekerta.Kerena bakatnya yang luar biasa –ia dikatakan bisa mempelajari sebuah bahasa dalam waktu hanya tiga bulan –maka ia dipekerjakan oleh Nederlandsch Bijbelgenootschap untuk meneliti bahasa-bahasa Batak, dan untuk menerjemahkan alkitab injil. Selama berada di daerah Batak(1851-1857) Van der Tuuk menerjemahkan sebagian dari alkitab injil ke dalam bahasa Toba, menyusun kamus
bahasa Batak (Mandailing, Toba dan Pakpak) –Belanda, menyusun tata bahasa Toba yang menjadi terkenal sebagai tata bahasa pertama yang ilmiah di Hindia
                              ..................................

3Dabei verbleicht der braune Teint der Haut immer mehr, besonders bei den Frauen, deren
Haut im Allgemeinen sehr zart ist, so daß selbst ein schwaches Rosenroth der Backen hindurch schimmert. Dabei sind die Haare nicht schwarz, sondern gewöhnlich, und bei den Frauen vorzugsweise, dunkelbraun und viel zarter, seidenartiger, als bei den Maleien und Javanen. Der Körper ist wohlgebaut, stark muskulös.
4NBG itu bukan lembaga zending dalam arti yang sebenarnya karena tidak menyediakan zendelingen (penginjil) melainkan ahli bahasa untuk mempersiapkan dan melaksanakan terjemahan alkitab.

Belanda, dan sebuah kumpulan cerita rakyat dalam bahasa Toba, Mandailing, dan Pakpak.
            Ketika memutuskan untuk mempekerjakannya NBG sudah menyadari bahwa van der Tuuk adalah seorang ateis namun di lain pihak NBG juga sadar akan kemampuan intelek Van derTuuk. Walaupun Van der Tuuk kerap kali menghina para penginjil sebagai “pengobral buku murahan” ia juga bersikap setia pada NBG sehingga ada dua pihak yang bertolak belakang tetapi sekaligus juga saling melengkapi. Walaupun seorang ateis, Van der Tuuk juga tiba pada kesimpulan yang sama dengan Junghuhn: Orang Batak harus diinjilkan untuk membendung pengaruh Islam di bagian utara pulau Sumatra.
            Pada tanggal 23 Agustus 1856,waktu van der Tuuk sudah hampir selesai meneliti bahasa Batak , NBG mengirim surat kepada menteri urusan jajahan memberi tahu bahwa NBG telah mengadakan penelitianatas bahasa Batakdan hendak menyebarkan agama Kristen untuk menghiondari Agama Islamdapat masuk ke Tanah Batak Mengingat bahwa Agama Islam pada hakikatnyabersifat Anti Belandamaka pengkristenan orang Batak juga menjadi kepentingan Pemerintah,Oleh karena itu NBG meminta agar pemerintah  Hindia Belanda jangan menggunakan huruf Arab dalam mata pelajaran  bahasa Melayu. Mereka juga minta agar para pegawai negeri hendaknya diangkat dari kalangan Batak Kristen dan agar mereka  berbahasa Batak dan bukan Bahasa Melayu di Kantor (Aritonang2005;110-111).
             


Tidak diketahui bagaimananpemerintah Hindia Belanda menanggapi surat itu,namun pemerintah itu mempunyaikepentingannya sendiri.Penggunaan bahasa Melayu sudah menyebar kemana-mana di Nusantara tentu lebih praktis ,dan mereka juga terikat pada kebijakan pemerintah yang mewajibkan pegawai pemerintah untuk bersikap netral dalam hal Agama. Namun demikian khususnya di Tanah Batak, pemerintah setempat cenderung bersikap mendukung para penginjil NBG.
             Upaya penginjilan di Tanah Batak dipelopori oleh Hermanus Willem Witteveen (1815–1884)yang pada tahun 1859 mendirikan Jemaat Zending (Zendingsgemeente) dan Gereja Zending (Zendingskerk) di Ermelo5. Seusai kebaktian pada tanggal 11 Desember 1853 seorang pemuda yang seharian bekerja sebagai pengembala kambing mendatangi Pastor Witteveen karena hendak menjadi penginjil (Groot 1984: 90). Suatu hari ketika pemuda yang bernama Gerrit van Asselt (1832–1910)itu berada di ladang ia tiba-tia mendengar Mazmur 96:2 “
Bernyanyilah bagi Tuhan dan pujilah Dia; setiap hari siarkanlah kabar gembira bahwa Ia telah menyelamatkan kita.” Beberapa minggu kemudian ketika ia bangun tidur terdengar lagi suara Yesaya 60:1 “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu.” Pemuda setengah buta huruf itu lalu belajar pada Pastor Witteveen. Ds Witteveen menghubungi Nederlandsche Zendelinggenootschap (NZG) menanyakan apa von Asselt bisa menjadi tukang pada zending NZG. Akan tetapi permintaan itu ditolak dengan alasan bahwa si Gerrit itu terlalu bodoh untuk mempelajari bahasa asing.
Selain itu van Asselt dianggap terlalu fanatik. Namun akhirnya Witteveen berhasil untuk meyakinkan Persatuan Pendukung Zending Perempuan Amsterdam (Amsterdamsche Vrouwenvereeniging tot bevordering der Zendingszaak) yang dipimpin oleh Wilhelmina E. van Vollenhoven untuk menampung Van Asselt. Lalu Van Asselt berangkat ke Amsterdam untuk belajar di seminaris. Ia belajar bahasa
Melayu dari IsaäcEsser (1818–1885) yang dari 1861–1864 menjadi residen di Timor. Esser sering mengadakan ceramah tentang Sumatra, antara lain dengan tujuan untuk mencari uang buat Van Asselt. Esser menginginkan agar van Asselt menjadi penginjil di Sumatra untuk “menaklukkan kerajaan Minangkabau untuk
Tuhan.” Pada tahun 1856 Gerrit van Asselt mendampingi H.C. Klinkert (yang
                          ...................................
5
Pastor Witteveen menjadi salah seorang pendiri Vrije Evangelische Gemeenten (Jemaat Injil Bebas) di Belanda.

menerjemahkan alkitab Injil ke dalam bahasa Belanda) ke Batavia. Setiba di sana ia minta izin pada pemerintah untuk berangkat ke Sumatra Barat agar –sesuai dengan amanat Esser–menyebarkan injil di ranah Minangkabau. Namun permintaannya ditolak karena daerah itu sudah menjadi Islam, dan ia ditawari
gubernur menjadi administrator perkebunan kopi di Sipirok sambil menyebarkan injil.6(Groot 1984: 91-93)
              Sementara ini ada tiga pemuda lainnya yang pernah bertemu dengan Esser ketika beliau berceramah tentang Sumatra di muka “Persatuan Pemuda Pekerja” di Amsterdam. Secara teratur ketiga tukang itu belajar pada Esser dan lalu mereka ditahbiskan oleh Pastor Witteveen.Pada tahun 1859 Pastor Witteveen lalu mengutus ketiga pemuda itu, yaitu Friedrich Wilhelm Betz (1832–1881), J. Dammerboer, dan J.Ph.D. Koster, untuk mendampingi van Asselt di Sumatra. Ketika mereka bergabung dengan van Asselt di Sipirok maka Van Asselt pun meninggalkan pekerjaan sebagai administrator kebun untuk bersama dengan Betz membuka pos zending di Silindung. Namun permintaan Asselt ditolak gubernur dengan alasan keamanan dan juga karena pemerinta tidak berniat untuk memperluas pengaruhnya hingga ke Tanah Batak yang masih merdeka. Lalu mereka memutuskan untuk memperluas kegiatan zending ke Angkola. Betz bertugas di Bunga Bondar dari tahun 1860 hingga 18697sementara Dammerboer, Koster dan van Dalen (yang ditahbiskan di Ermelo pada 21-10-186) membuka pos di Huta Rimbaru, dan Pargarutan (Angkola) sementara Van Asselt tetap di Parau Sorat (Sipirok). Dammerboer lalu memutuskan untuk meninggalkan zending. (BRMG 1910:253-257) (Groot 1984: 93-94)
           Pada tahun 1859 serikat penginjilan Rheinische Missionsgesellschaft yang berkedudukan di Barmen (Wuppertal), Jerman, mengalami musibah. Sembilan penginjil RMG dibunuh ketika Perang Banjar meletus di Kalimantan sementara penginjil yang lain diamankan ke Pulau Jawa.Ketika itu Friedrich Fabri(1824-1891) menjadi Direktur RMG (1857-1884).
Ketika Fabri berkunjung ke Amsterdam untuk menjejaki kemungkinan untuk menempatkan para misionaris yang sedang berada di Jawa di tempat yang lain.
Sewaktu berada di kantor NBG Fabri melihat injil Yohanes hasil terjemahan Van der Tuuk. Pada kunjungan itu Fabri juga bertemu langsung dengan van der Tuuk yang
                          ................................

6Van der Tuuk sangat terkejut mendengar bahwa zending Batak diprakarsai oleh Van Asselt yang dianggapnya kampungan dan secara intelek tidak mampu menangani tugas yang sedemikian berat.
7Christian Philip Schütz (1838–1922) menjadi pengganti Betz di Bunga Bondar dari tahun 1868 hingga ia pensiun pada tahun 1912. Bertugas selama 44 tahun Schütz hanya sekali berlibur ke Jerman (1893–1895).

pada saat itu sedang berada di Amsterdam. Lalu pihak RMG menghubungi Domine Witteveen untuk menjejaki kerjasama antara Zendingskerk Ermelo dengan RMG.
               
Hermanus Willem Witteveen

Setelah dirundingkan dengan Pastor Witteveen maka diputuskan bahwa ketiga 
misionaris dari Domine Witteveen yang sudah ada di Sumatra, yaitu van Asselt, Betz, dan Dammerboer selanjutnya dipekerjakan oleh RMG dan diperbantukan oleh tiga misionaris dari Kalimantan, Karl Klammer, Carl Wilhelm Heine, dan Ernst Ludwig Denninger. Pada 7 Oktober 1861 empat penginjil, yaitu Van Asselt, Betz,Heine dan Klammer (Dammerboer sudah meninggalkan zending sedangkan Denninger masih berada di Padang) mengadakan pertemuan untuk membicarakan kelanjutan penginjilan di Tanah Batak. Betz ditempati di Bunga Bondar, Klammer di Sipirok, dan Van Asselt bersama Heine membuka pos baru di Pangaloan. Tanggal 7-10-1861 kini dianggap sebagai hari jadi Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).Tidak lama kemudian L.I. Nommensen bergabung dengan mereka. Awalnya Nommensen ditempatkan di Barus dan dari situ ia berangkat ke Angkola untuk bergabung dengan keempat penginjil yang sudah berada di sana.
                Misi di daerah-daerah selatan (pos zending di Sipirok, Bunga Bondar, Prau Sorat) berada di wilayah pemerintah kolonial Belanda. Pada awalnya pemerintahan belum stabil, tetapi mulai tahun 1875 sudah ada seorang kontrolir berkebangsaan Belanda. Pada awal kedatangan para penginjil masih belum banyak orang yang menganut agama Islam dan terutama pada periode sekitar 1867–1871 ada kemajuan yang pesat di daerah selatan sehingga pada tahun 1871 telah ada hampir 700 orang yang menganutagama Kristen. Pada tahun-tahun berikut tidak ada lagi kemajuan yang berarti. Tahun 1873 tidak ada lagi pertumbuhan di Bungabondar karena hampir seluruh penduduk telah memeluk agama Islam kecuali 308 orang yang memilih agama Kristen (JB 1873:27). Keadaan
yang sama juga dilaporkan dari Sipirok dan Parausorat (JB 1874:12).



Ludwig Ingwer Nommensen
L.I. Nommensen
(kadang-kadang namanya juga ditulis I. L. Nommensen) dilahirkan pada 6 Februari 1834 di Nordstrand, wilayah Schleswig yang pada masa itu menjadi bagian dari Kerajaan Denmark.
Setelah mengalami kecelakaan ketika berusia 12 tahun ia berjanji akan menjadi penginjil. Ia diterima di seminaris RMG di Wuppertal-
Barmen (1857–1861) dan setelah tamat Nommensen langsung pergi
ke Belanda untuk naik kapal ke Sumatra bertepatan dengan malam Natal 1861. Di Amsterdam, Nommensen masih sempat belajar bahasa Batak pada H.N. van der Tuuk yang pada saat itu sedang
berada di Belanda.L. I. Nommensen umumnya dianggap sebagai salah seorang misionaris yang paling berhasil. Pada tahun kematiannya gereja Batak Toba Huria Kristen Batak Protestant
memiliki 500 paroki dengan 180.000 jemaah, 34 pastor (pandita Batak), hampir 800 guru dan lebih dari 2.000 Sintua. Tahun 1940
HKBP menjadi mandiri, 1948 menjadi anggota Dewan Oikumene (Ö
kumenischerRat der Kirchen), dan 1952 menjadi anggota Serikat Dunia Luther (Lutheranischer Weltbund). Dengan jumlah jemaah sekitar 2,5 juta HKPB menjadi gereja terbesar di Asia Tenggara. Atas jasanya tahun 1904 Nommensen memperoleh gelar doktor honoris causa dari Universitas Bonn, dan tahun 1911 ia memperoleh
penghargaan Kerajaan Belanda dengan menjadi Officier
8Ordo Oranye-Nassau. Kini nama Nommensen terlupakan oleh orang Jerman. Hal itu terutama disebabkan bahwa malahan dalam lingkungan gereja upaya penginjilan sering dianggap sebagai tindakan pemaksaan terhadap bangsa-bangsa “berwarna” dalam konteks imperialisme kolonial.
Dalam Pengakuan Bersalah (Schuldbekenntnis) tertanggal 27-9-
1971 secara resmi Vereinigte Evangelische Mission, (VEM) sebagai pengganti RMG mengakui: “Kami terlalu sering menyerah pada
godaan bersekongkolan dengan para penguasa sekuler dengan mengorbankan saudara dan saudari pribumi.”9


              Sejak awal sekali para misionaris sebetulnya menargetkan daerah Toba dan Silindung yang padat penduduk. Tahun 1861, segera sesudah dikirim ke Sumatra, Nommensen mengadakan perjalanan ke daerah Toba dan disambut dengan baik, namun pemerintah melarangnya untuk menetap di sana. 
             Pemerintah tidak bersikap anti-zending dan malahan sangat mendukung upaya penginjilan, tetapi para penguasa takut bahwa kehadiran misionaris akan mengakibatkan adanya pemberontakan sebagaimana terjadi di Kalimantan tahun 1859 (Perang Banjar).
Karena tidak dapat menetap di Toba terpaksa Nommensen ditempatkan dulu di Parausorat. Pada November 1863 ia mengadakan perjalanan ke Silindung untuk melacak kemungkinan akan diterima di sana, namun sambutan penduduk tidak
begitu hangat: “Mereka mengemukakan kekhawatiran (yang memang bukan tidak beralasan) bahwa apabila sudah ada guru asal Eropa yangmenetap di antaranya hal itu pasti akan berujung pada aneksasi tanah mereka ke dalam wilayah pemerintah Belanda.” (JB 1863:46)
              Baru pada bulan Mei tahun 1864 Nommensen, dengan bantuan raja Pontas Lumbantobing, pindah ke lembah Silindung. Walaupun mendapatkan perlawanan yang hebat dari penduduk, ia berhasil membaptis beberapa keluarga di bulan Agustus 1865. Setahun kemudian Nommensen didampingi oleh Peter Hinrich Johannsen (1839-1898) yang juga berasal dari Schleswig (tempat kelahiran Johannsen, Weddingstedt di Holstein, tidak jauh dari kampung halaman
                                    ........................

8Penghargaan tersebut ada enam tingkatan. Penghargaan yang tertinggi adalah Ridder Grootkruis, diikuti oleh Grootofficier, Commandeur, Officier, Ridder, dan Lid.
9“Wir bekennen, daß wir oftmals der Versuchung erlegen sind, mit den weltlichen Machthabern auf Kosten unserer einheimischen Brüder und Schwestern zusammenzuarbeiten”. Dikutip dari majalah Vereinte Evangelischen Mission In die Welt -für die WeltNo. 12/1971, hal. 13).


Nommensen). Beliau yang antara lain terkenal karena menerjemahkan alkitab ke dalam bahasa Batak, mendirikan pos zending yang baru di Pansur na Pitu (1867) dan menjadi misionaris dan guru di sana hingga ia meninggal pada tahun 1898.
                Walaupun RMG mengalami kesulitan dalam soal keuangan, penginjilan di Silindung mereka prioritaskan dengan menambahkan pos-pos zending baru di Sipoholon (1870), Simorangkir (1875), dan Bahal Batu (1876). Jumlah orang Kristen, walaupun masih minoritas, berkembang dengan pesat dan pada tahun 1870an golongan Batak Kristen di Silindung sudah cukup besar untuk menjadi kekuatan sosial dan politik.
                Mulai tahun 1830 Belanda memutuskan untuk tidak lagi memperluas wilayah kekuasaan di Indones ia. Alasannya karena daerah di luar Jawa akan kurang menguntungkan bagi negara Belanda, dan juga karena administrasi kolonial tidak sanggup memerintah seluruh Nusantara yang luasnya lebih dari empat puluh kali lipat negara induknya. Oleh sebab itu wilayah jajahan Belanda di Nusantara
dibatasi pada Pulau Jawa, Ambon serta beberapa daerah di Sumatra. Masih pada tahun 1861 menteri untuk urusan penjajahan (minister van koloniën) mengatakan bahwa tiap upaya perluasan wilayah berarti “suatu langkah lagi menuju kehancuran kita”10
. Kebijakan onthoudingspolitiek(politik tidak campur tangan) itu baru mulai ditinggal pada tahun 1870an sehingga pada tahun 1907 hampir semua wilayah di Nusantara sudah menjadi bagian dari Hindia Belanda.Suatu peristiwa yang sangat pentinguntuk sejarah Sumatra bagian utara adalah pembukaan terusan Suez pada tahun 1869. Sebelum terusan Suez dibuka kepulauan Indonesia dicapai melalui Selat Sunda dari Afrika. Dari terusan Suez, laluan ke Indonesia, dan juga ke Singapura yang dikuasai Inggris,lebih pendek
melalui Selat Melaka. Inggris yang merasa terganggu oleh pembajak laut di perairan Aceh membatalkan Perjanjian Sumatra 1824 yang menjamin kedaulatan Aceh dan menandatangani Perjanjian Sumatra 1871 yang memberi Belanda keleluasaan untuk berdagang di seluruh Sumatra termasuk Aceh sementara Belanda berjanji untuk menjamin keamanan di Selat Melaka. Akibat Perjanjian Sumatra, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat,
Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah (Turki) di Singapura yang pada giliran dijadikan alasan Belanda untuk menyerang Aceh.
Kehadiran para zendeling di Tanah Batak tentu tidak disetujui oleh Singamangaraja XII yang menggantikan ayahnya pada tahun 1867 apalagi setelah mereka mengundang Gubernur Pantai Barat Sumatra Arriens menjelang Natal
                        ...............................
10“een schrede nader tot onze ondergang

1868. Pada kesempatan itu para misionaris menekankan kepada gubernur bahwa mereka akan menyambut baik aneksasi Tanah Batak demi adanya pemerintah yang menjalankan hukum dan keadilan (Recht und Gerechtigkeit) (BRMG 1869:300, BRMG 1871:142-3)
. Misionaris Johannsen malah menganggap Arriens sebagai “sungguh
-sungguh wakil Allah yang untuk membawa kesenangan bagi
Silindung”11
.
Tentu Singamangaraja merasa kedaulatannya diingkari dengan kedatangan pembesar Belanda ke dalam wilayah kekuasaan Singamangaraja tetapi ternyata tidak ada reaksi apa-apa mungkin karena beliau masih muda dan belum cukup berpengalaman.
Pecahnya Perang Aceh di tahun 1873 mengubah peta politik Sumatra. Belanda yang mengharapkan kemenangan yang gilang-gemilang ternyata dipukul balik oleh pasukan Aceh dan sang pemimpin pasukan Belanda Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler tewas. Pada ekspedisi berikut tahun 1874 Belanda berhasil menduduki Banda Aceh sementara orang Aceh tetap memerangi Belanda dengan strategi gerilya.

Dalam upaya untuk mencari sekutu melawan Belanda orang Aceh ternyata juga menghubungi Singamangaraja dan pada tahun 1877 dilaporkan bahwa ada sejumlah orang Aceh di Tanah Batak. Pada waktu itu Singamangaraja sudah memutuskan untuk menjalin kerjasama denganAceh dan untuk mengusir para misionaris yang dianggap sebagai pelopor kekuasaan Belanda. memberi perintahagar para misionaris harus meninggalkan wilayahnya.

Pada bulan Januari 1878 para misionaris diperintahkan untuk segera
meninggalkan wilayah Singamangaraja. Karena merasa terancam para misionaris meminta bantuan tentara Belanda, dan pada gilirannya mereka juga membantu tentara Belanda:
Ekspedisi itu sangat berhasil dan berlangsung dengan sangat cepat pula –dari awal Februari hingga akhir Maret. Eksped isi itu begitu luar biasa berhasil karena Silindung menjadi pangkalan yang sangat aman [bagi tentara Belanda], dan karena tentara dipandu dan dinasihati oleh para misionaris yang sangat mengetahui masyarakat Batak dan daerahnya.
Dukungan dan bantuan para misionaris yang ikut pada ekspedisi itu juga mempunyai tujuan yang satu lagi, yaitu untuk meyakinkan masyarakat bahwa perlawanan mereka sia-sia dan supaya sebaiknya mereka menyerah. (JB 1878:31)
                         ................................

11ImmanuelFebruari 1894 (dikutip dari Aritonang 1988:160)
 
TtuaPardede | © 2010 by DheTemplate.com | Supported by Promotions And Coupons Shopping & WordPress Theme 2 Blog