Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum
berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah
melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.”
Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu
dipisahkanNyalah terang itu dari gelap. Dan terang itu adalah Lucifer, yang
namanya berarti pembawa terang, sehingga dia juga dinamai dengan nama siang.
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.
Itulah kisah asal mula Lucifer yang diciptakan Allah pada
hari pertama. Makhluk Allah yang diciptakan pada awal mula, diberi tempat yang
istimewa untuk menjadi pendamping kegelapan. Sebab pada mulanya adalah gelap
gulita dan Allah berada dalam kegelapan yang kosong. Keberadaannya membuat alam
semesta ini beraksi, setelah Allah memutuskan untuk menciptakannya. Namun dia
tidak selalu bersama-sama dengan Allah. Dan dia bukanlah Allah. Dan ini adalah
kata-katanya.
Aku, Lucifer, putera Fajar, terang yang telah memberi nuansa
baru pada kegelapan. Sebagaimana tugasku menjadi pengawas bumi. Pekerjaanku
sehari-hari adalah melakukan perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.
Sebagaimana Allah telah menciptakan manusia, baik laki-laki dan perempuan pada
hari keenam , maka berkuasalah aku atas mereka. Akulah pemimpin mereka, sejak
mula, sampai suatu hari, Allah berfirman kepada kami, para
malaikat-malaikatNya: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi”. Aku yang termasuk dalam malaikat-malaikat Allah bertanya: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau”. Tuhan berfirman:”Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui”
Aku, Lucifer, yang selama ini mendapat kepercayaan dari
Allah, memang ada sedikit rasa kecewa. Setelah sekian lama aku selalu
sungguh-sungguh bertasbih memuji Allah, namun kedudukanku akan diambil dan
dialihkan kepada manusia. Allah berkehendak menggantikan tugasku di bumi dan
menyerahkan kepada seorang manusia untuk menjadi khalifah di bumi. Allah
berkehendak agar manusia dipimpin oleh manusia pula. Tapi biarlah, aku hanya
berpegang kepada Allah bahwa Dia mengetahui segala-galanya.
Kemudian Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan
menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi
makhluk yang hidup. Dan Allah menamainya Adam.
Aku, Lucifer, hadir waktu penciptaan manusia. Masih terngiang-ngiang
di telingaku ketika Allah berfirman: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala
binatang melata yang merayap di bumi.” Allah mengambil tanah dari bumi,
dibentuknya manusia itu dan dihembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya. Dan
dengan demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Sebetulnya aku kagum pada karya ciptaan Allahku ini, manusia
yang baik bentuknya. Bukankah Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya,
menurut gambar Allah sendiri? Dan betapa enaknya manusia itu, Allah juga
menyediakan tempat yang nyaman baginya. Allah telah membuat taman di Eden, di
sebelah timur; di situlah ditempatkanNya manusia yang dibentukNya itu. Kalau
seandainya aku diperlakukan seperti itu, alangkah bersyukurnya aku.
Betapa Allah sungguh-sungguh mencintai manusia, makhluk
ciptaan yang dibuat berdasarkan gambarNya, kadang membuat aku iri. Terus terang
saja, tak pernah Allah sedemikian dekat dengan ciptaanNya yang lain. Allah
kemudian menempatkan manusia itu ke dalam taman Eden agar dia mengusahakan dan
memelihara taman itu.
Yang aku lihat bukanlah fatamorgana dan bukanlah ilusi.
Ternyata tak beralasan bahwa kami dulu menyangsikan, bahwa manusia itu akan
menjadi orang yang akan membuat kerusakan dan suka menumpahkan darah. Dan
memang benar, Allah maha mengetahui.
Namun, dalam hati kecilku, masih terbersit satu perasaan
ragu-ragu atas manusia itu. Bisakah ia menjadi seorang khalifah di bumi? Taman
Eden ini bukanlah bumi yang sesungguhnya. Bumi yang sesungguhnya adalah bumi
yang harus dikerjakan dengan susah payah. Mengenai bumi yang sesungguhnya ini
aku tahu betul, karena aku sering menjelajahinya. Tapi semua perkara ini, aku
pendam dalam hati.
Suatu hari, aku bersama malaikat yang lain berkumpul di
taman itu. Roh Allah hadir di taman itu. Dan manusia itu sedang dalam
kesendiriannya. Allah menjumpai Adam, manusia itu, dan Dia mengajarkan
kepadanya nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
memang kamu orang yang benar!” Jawab kami:”Maha Suci Engkau, tidak ada yang
kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukan kepada mereka
nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya nama-nama benda itu, Allah
berfirman: “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan
apa yang kamu sembunyikan” Lalu Allah membentuk dari tanah segala binatang
hutan dan segala burung di udara. DibawaNyalah semuanya kepada manusia itu untuk
melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu
kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Dan
Adam memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan
kepada segala binatang hutan.
Kami bisa merasakan, betapa Allah menyayangi manusia itu.
Dan, Allah menciptakan penolong baginya yang sepadan dengan dia. Allah membuat
manusia itu tidur nyenyak. Ketika ia tidur, Allah mengambil salah satu rusuk
dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang
diambil Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan, lalu
dibawaNya kepada manusia itu. Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya,
sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.
Kalau saja aku bisa ceritakan keindahan taman Eden itu
secara rinci. Sebuah tempat yang begitu indah dan damai. Penuh dengan berbagai
binatang dan semuanya yang berada dalam taman ini hidup dengan rukun. Aku
melihat dengan mata kepalaku sendiri. Serigala tinggal bersama domba dan macan
tutul berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa makan rumput
bersama-sama. Tidak ada yang berbuat jahat atau yang berlaku busuk di segenap
taman itu. Dan aku, Lucifer, Putera Fajar, melihat semuanya itu dan bersama
malaikat lain memuji-muji Allah.
Sungguh, seandainya engkau pernah berada di taman Eden.
Tentu tak akan ingin pergi kemana-mana lagi. Memang, ada yang mengganjal dalam
hatiku. Aku, Lucifer, yang selama ini selalu taat dan memuliakan Allah, ada
rasa iri kepada manusia itu. Bukan saja karena dia akan menggantikan tugasku
sebagai khalifah di bumi, tetapi belum apa-apa, sudah diberikan kenikmatan
tiada tara kepadanya. Sementara aku, yang pertama kali diciptakan olehNya,
tak pernah diberi kenikmatan seperti ini.
Taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang
berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan
nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas
dan disediakan pada hari penciptaanmu, wahai manusia.
Memang Allah pernah berfirman pula kepadaku: “Aku akan
mendirikan bagi mereka suatu taman kebahagiaan, sehingga di tanah itu tidak
seorangpun akan mati kelaparan dan mereka tidak lagi menanggung noda yang
ditimbulkan bangsa-bangsa. Dan mereka akan mengetahui bahwa Aku, Allah mereka.”
Aku sungguh melihat, betapa Allah menyayangi dan memanjakan manusia itu.
Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang
menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di
tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang
jahat. Di taman itu ada pohon-pohon aras, juga ada pohon sanobar dan pohon
berangan. Waktu itu, segala pohon-pohon yang ada di taman Allah tiada yang
dapat disamakan dengan pohon lain mengenai keelokannya.
Ada sebuah sungai yang mengalr dan membasahi taman itu. Kami
menyebutnya sebagai sungai air kehidupan. Dan sungai yang ada di taman Eden itu
mengalir terus ke bumi dan menjadi empat cabang. Sungai ini sendiri jernih
bagaikan kristal, dan mengalir keluar dari takhta Allah. Sekali meminum air
kehidupan dari sungai itu, maka tidak akan haus lagi.
Allah berfirman kepada manusia itu: “Lihatlah, Aku
memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan
segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.
Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala
yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau
menjadi makanannya.”
Manusia itu berkata kepada Allah: “Engkaulah Tuhanku, tidak
ada yang baik bagiku selain Engkau!” Memang, merekalah orang-orang kudus yang
ada pertama kali di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi
kesukaan Allah.
Allah melihat segala yang dijadikanNya itu, sungguh amat
baik. Lalu Allah memberi perintah ini kepada manusia itu: “Hai Adam, diamilah
taman ini oleh kamu dan isterimu, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak
lagi baik di mana saja yang kamu sukai. Semua pohon dalam taman ini boleh
kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat itu, janganlah kamu dekati pohon ini dan janganlah kaumakan buahnya,
yang akan menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. Dan Kutegaskan
kepadamu, Kularang kamu memakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya,
pastilah engkau mati,”
Adam mendengar perintah Allah dengan penuh sujud. Tapi
setelah itu, aku mendengar pembicaraan dia dengan istrinya, Hawa, soal mati
itu. Mereka bertanya-tanya sendiri, apa yang dimaksudkan mati oleh Allah. Sebab
mereka selama ini tidak mengenal arti kematian. Memang, Allah waktu itu belum
pernah mengemukakan tentang kematian kepada mareka, bahwa semua makhluk ciptaan
Allah pasti akan mati. Tidak terkecuali aku, Lucifer, malaikat terang ciptaan
Allah yang pertama. Namun mereka enggan menanyakan langsung kepada Allah.
Sungguh, tak akan kekurangan apapun juga bila tinggal di
taman itu. Di tempat yang damai ini orang tidak perlu lagi mengejar kekudusan,
sebab tempat itu sudah kudus. Dan dengan kekudusan kita akan dapat melihat
Allah.
Manusia itu memuji-muji Allah: “Sebab itu hatiku bersukacita
dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab
Engkau tidak menyerahkan aku ke dalam kematian, dan tidak membiarkan kami
melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di
hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat
senantiasa.
Dari kejauhan aku, Lucifer, beringsut pergi. Ah, betapa
senangnya manusia itu. Allah maha mengetahui apa yang akan terjadi. Bukankah
Allah tahu apa yang terbaik? Kubentangkan kedua sayapku, terbang ke angkasa dan
kembali menjelajahi bumi untuk melihat-lihat keadaan di sana. Dalam hatiku aku
berkata, hai manusia lihatlah, inilah bakal tanah yang akan diserahkan
kepadamu. Tanah yang permai dan kudus. Dan dalam diriku ada sedikit rasa sedih,
suatu saat nanti harus rela menyerahkan semua ini kepada manusia itu.
Tapi, aku percaya, Allah maha mengetahui dan maha bijaksana.
bersambung...................
0 komentar:
Posting Komentar